Pengertian Locus delicti adalah tempat terjadinya
suatu tindak pidana (delik). Sedangkan Tempus delicti adalah
waktu terjadinya tindak pidana.
·
Menurut Noyon dan Langemeyer, waktu dilakukannya
tindak pidana adalah waktu perbuatan dan waktu akibat, jadi boleh memilih salah
satu diantaranya sesuai maksud peraturan yang akan diterapkan/ dikenakan.
·
Vos menolak pendapat tersebut dengan alasan jika waktu perbuatan
dan waktu akibat perbuatan adalah tempus delicti, maka membawa
konsekuensi orang dapat membunuh pada saat pembunuh sudah mati.
·
Mezger berpendapat bahwa untuk menentukan Tempus Delicti, tidak
mungkin diperoleh jawaban untuk semua keperluan, tetapi haruslah dibedakan menurut
maksud peraturan itu, misalnya untuk keperluan Daluarsa (Verjaring) atau
Hak Penuntutan, maka tempus delicti adalah pada waktu seluruh
perbuatan telah terjadi.
Apa perlunya mengetahui Locus Delicti dan Tempus
Delicti ?
1.
Locus
Delicti
Locus delicti
perlu diketahui :
- Untuk menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. (Pasal 2-8 KUHP)
- Untuk menentukan Kompetensi Relatif antara Pengadilan yang berhak menangani suatu perkara.
Guna
mengetahui Locus Delicti maka Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi mengenal 3 (tiga) Teori :
1) Teori
Perbuatan Materil
Menurut
teori ini, tempat terjadinya Delik (Locus Delicti) adalah tempat dimana pembuat
telah melakukan segala hal yang dapat mewujudkan delik. Penganut teori ini
adalah Pompe dan Langemeyer.
2) Teori
Alat (Leer Van Het Instrument)
Menurut
teori ini, tempat terjadinya Delik (Locus Delicti) adalah di tempat dimana alat
yang digunakan dapat menyelesaikan delik, atau alat itu bekerja.
Hazewinkel
Suringa menyatakan teori ini sangat tepat digunakan dalam menyelesaikan
delik-delik pers.
3) Teori
Akibat
Menurut
teori ini, delik terjadi di tempat akibat suatu perbuatan.
Menurut
Simons, Strafbaarfeit terdiri atas
perbuatan dan akibat (Handeling Dan
Gevolg).Pendapat Simons sejalan dengan Pendapat Jonkers, Van Bemmelen, dan
Van Hamel.
Selain
pendapat tersebut di atas, ada pula pendapat Moeljatno yang menyatakan bahwa
perbuatan terdiri atas kelakuan dan akibat, karenanya tempat perbuatan adalah
tempat kelakuan dan akibat, jadi boleh pilih tempat dimulainya kelakuan sampai
berakhirnya akibat.
Dalam
menggunakan teori-teori tersebut Hazewinkel Zuringan berpendapat bahwa teori
tersebut harus diberlakukan sama dan kita harus memilih salah satu diantaranya
dengan menyesuaikan hal konkrit dari peristiwa yang dihadapi.
2.
Tempus
Delicti
Tempus Delicti itu
penting sehubungan dengan :
- Apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang terjadi saat itu. (Pasal 1 KUHP)
- Apakah perbuatan itu sudah dilarang dan diancam pidana dalam Undang-Undang sebelum perbuatan dilakukan (Pasal 2 KUHP)
- Apakah terdakwa pada saat melakukan tindak pidana telah mampu bertanggungjawab. (Pasal 44 KUHP)
- Apakah terdakwa pada saat melakukan tindak pidana telah berumur 16 tahun (Pasal 45 KUHP), bila belum maka boleh memilih 3 kemungkinan :a) mengembalikan kepada orang tua tanpa member hukuman; b) menyerahkan anak tersebut kepada Pemerintah untuk dimasukkan ke dalam pendidikan; dan c) menjatuhkan pidana seperti orang dewasa maksimum dari pidana pokok dikurangi sepertiga. (Pasal 47 KUHP)
- Masalah Daluarsa (Verjaring) dihitung pada saat perbuatan terjadi (Pasal 78 dan 79 KUHP)